Monday, July 28, 2008

SENYUM 15 HARI

.
"Pak, tadi pagi dik Ofa senyum sama mbak Fynca! Soalnya mbak Fynca nyanyi-nyanyi sambil joget-joget!"
Begitu kata anak pertama saya tersenyum riang saat saya baru sampai di rumah.

"Hahaha.. Dik Ofa belum bisa melihat dengan jelas mbak.. Lagian menurut informasi yang Bapak baca di internet, bayi belum bisa mengekspresikan diri dengan tersenyum, sampai dia berumur 2-3 bulan. Jadi itu refleks otot saja.."
Kata saya menjelaskan.

"Ah, kamu ini kebanyakan teori. Kamu nggak liat sendiri sih.. Senyumnya manis banget lho..". Istri saya menimpali.
"Hmm.. Iya sih, maksudku biar Fynca gak keseringan ganggu adiknya aja. Soalnya bayi segitu kan harus banyak tidur. Aku takut diganggu terus sama kakaknya jadi rewel. Lagian aku pernah baca emang begitu kok.."

Sampai di ujung pekan di Minggu pagi itu, saat istri saya mandi dan anak pertama saya sedang bermain sepeda dengan anak tetangga, saya sedang bermain gitar ketika tak sengaja melihat Ofa - bayi saya yang baru berumur 15 hari - tersenyum!

Senyumnya begitu lepas dan segar, memancing dunia di sekitarnya untuk ikut tersenyum bersamanya. Bibir saya tersenyum mengikutinya. Hati saya juga. Apa yang bisa meruntuhkan beban hidup dengan seketika selain senyum cerah seorang bayi tanpa dosa?

Wahai ilmu pengetahuan, sejenak kamu boleh beristirahat. Aku tak peduli dengan penjelasan ilmiahmu. Karena saat ini rasaku sedang berbunga mengalami kekaguman luar biasa kepada senyum bayi dan Dia yang menciptakannya. Hanya dalam kehadiran cinta, aku merasa berhak mengatasnamakan Tuhan untuk mengalahkan logika..


[Selamat datang anakku.. Terima kasih telah memilih kami untuk menjadi keluargamu. Kami yang berbahagia dengan satu anak perempuan, Tuhan lipat-gandakan kebahagiaan itu. Gladys Neofa, perempuan mungil yang lahir hari Jumat tanggal 27 Juni 2008, adalah sang kebahagiaan baru.]

GERIMIS DI MUSIM PANAS

.

Gerimis ini membuat udara musim panas tidak terlalu menyengat. Begitu kata temanku. Menurutku malah masih bisa dibilang sejuk. Namun mungkin disini sinar matahari yang hangat disambut lebih meriah dibanding di tempat dimana dia selalu muncul sepanjang musim.

Orang-orang berpakaian lebih segar. Banyak gadis-gadis muda dan belia memakai rok mini dan celana super pendek. Tak ada tatapan jalang, meski ada juga sesekali curi-curi pandang mengambil kesempatan. Di masyarakat yang tulus menghormati hak-hak individu, martabat perempuan sangat dihargai jauh diatas hasrat laki-laki. Maka laki-laki terhormat akan merasa malu untuk menunjukkan naluri tak sopannya di muka publik, apalagi menyalahkan pakaian perempuan.

Sepulang kerja, dalam sore yang masih benderang dan bertitik-titik hujan, kami berjalan-jalan berkeliling sambil berpayung satu-satu, melihat keramaian pusat kota dan mencari tempat makan malam.
Kamu orang Indonesia pasti tidak boleh makan babi. Tebak temanku.
Oh, kebetulan saya boleh. Kadang-kadang saya makan daging babi, meski tidak terlalu sering.
Tapi akhirnya kami memilih makan sup ayam ginseng hangat.

Sambil bersantap temanku bercerita tentang pengalamannya berkunjung ke Yaman beberapa bulan sebelumnya. Ia heran melihat orang disana menyantap otak kambing.
Aku tertawa. Apanya yang aneh? Saya juga kadang-kadang makan otak kambing kok.
Gantian temanku yang tertawa. Kamu yang aneh, katanya. Segala sesuatu kamu makan.
Hahaha.. Kami tertawa bersama. Pertemuan dua budaya mengajarkan bahwa kata "aneh" adalah sekedar hal baru, antara yang biasa dan tidak biasa.

Kami lalu melanjutkan perjalanan. Jalan kaki, meskipun melelahkan, adalah sarana transportasi satu-satunya yang menyenangkan untuk melihat keseluruhan suasana pusat kota ini. Dan tak ada alasan untuk malas, jika semua orang melakukan hal yang sama. Pusat kota dimana-mana menurutku terasa sama. Mungkin bedanya hanya pada tingkat kebersihannya. Lampu terang benderang di setiap toko-toko yang menawarkan produknya, tak lupa dilengkapi dengan angka-angka prosentase diskon. Lalu gambar-gambar menu makanan dan harganya dipajang di depan pintu masuk restoran-restoran. Ada pertunjukan musik dan tari modern di beberapa sudut jalan. Aku lebih suka mencoba beberapa makanan yang digelar di kaki lima.

Tanpa terasa waktu sudah menunjuk jam 11 malam waktu setempat. Tempat ini masih ramai. Laki-laki dan perempuan.
Apakah tidak ada kejahatan disini?
Selama ini tidak ada. Tempat ini aman sekali. Asal kamu tidak menyentuh orang, no problem. Kamu tak perlu berurusan dengan pihak keamanan.
Barusan saya menyentuh kepala orang tuh. Tapi orang itu masih anak-anak. Gurau saya.
Menyentuh satu dua kepala anak-anak, no problem. Tapi kalau sudah sepuluh anak atau lebih, itu problem.
Hahaha.. lumayan aneh juga guyonan temanku ini.

Di dekat stasiun bus kami akan berpisah. Setelah saling berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih sambil sedikit membungkukkan badan, kami saling melambaikan tangan. Kulihat ia melambaikan tangan sambil memasuki bus kota. Kututup payung untuk sejenak menikmati tetesan hujan di wajah. Di depanku adalah jalan raya yang ramai, namun lancar tanpa kemacetan. Tak heran, karena di bawah jalan raya ini terdapat jalur metro subway untuk mengangkut ribuan orang yang hilir mudik tanpa perlu menjejali jalanan dengan kendaraan pribadi. Ya, jalur metro subway tersedia di bawah hampir sepanjang seluruh jalan raya di kota ini.

Di dalam metro menuju hotel aku membayangkan. Kapan negaraku tercinta, yang hari kemerdekaannya tak jauh beda dengan negara ini, akan punya fasilitas publik yang sangat bermanfaat, rapi, dan bersih seperti ini. Tapi tak ada banyak waktu untuk merenung, karena metro segera berhenti di stasiun terdekat dengan hotel tempatku menginap. Sebelum melangkah keluar, aku tak sengaja beradu pandang dengan seorang perempuan manis yang mungkin baru pulang kerja, terlihat dari cara berpakaiannya. Ia tersenyum. Aku membalas senyumnya sebelum turun dari metro. Sejenak - benar hanya sejenak - aku berharap sore ini adalah suatu sore di tahun-tahun masa mudaku. Belasan tahun yang lalu..

Friday, July 18, 2008

WANTED

.
Apa jadinya jika manusia meyakini bahwa dirinya terpilih untuk menjadi Tuhan bagi manusia lainnya?

Tanda-tandanya tampak begitu nyata. Kode-kode petunjuk yang melampaui batas nalar, kemampuan diri melebihi manusia kebanyakan, kenyataan-kenyataan yang menegaskan, hingga hasil selama ratusan tahun yang tampaknya mampu mewujudkan keseimbangan. Itu semua menjadikan keyakinan penuh, bahwa memang mereka ditakdirkan menjadi tangan takdir bagi manusia lain. Sampai saat tangan itu menjangkau dirinya sendiri..

Seribu tahun yang lalu, sekelompok penenun menemukan kode rahasia adi kodrati pada kain-kain tenunan tentang orang-orang yang kematiannya seolah layak untuk menyeimbangkan dunia. Lalu mereka berkesimpulan bahwa Tuhan telah memilih mereka menjadi eksekutor pencabut nyawa. The Fraternity, nama kelompok itu, menjadi kumpulan pembunuh tangguh atas nama kehendak Tuhan dan tujuan mulia. Hingga akhirnya seribu tahun kemudian, terbongkar fakta bahwa kode telah menuliskan takdir yang menghendaki kematian seluruh anggota kelompok the Fraternity.

Sikap merasa benar dan keyakinan sebagai orang-orang terpilih menjadi wakil Tuhan di dunia membuat mereka meragukan petunjuk bahwa kematian The Fraternity adalah ketetapan Tuhan untuk keseimbangan dunia.

Jadi untuk siapa sebenarnya petunjuk dari langit? Untuk menghakimi orang lain? Atau justru terutama untuk selalu menghakimi diri sendiri? Jika kode Tuhan dipakai untuk menunjuk orang lain maka saat petunjuk itu menuding hidung sendiri mereka yang telanjur merasa lebih benar diantara segenap umat manusia sadar atau tidak sadar akan menjawab: "fuck the code!".


******
Nobar sama Maya dan Iko.
Pas adegan-adegan penuh darah, Maya lebih banyak menunduk. Mungkin nggak suka melihat darah. Mungkin juga pas kebetulan sedang sibuk menikmati popcornnya. :)
Iko, kapan-kapan aku mampir ke workshopnya ya!
Thanks buat semua. Kapan nonton lagi?