.
Diwakili dua garis warna biru yang kian menampak dan menajam, maka kehadiran jiwa baru - tepatnya, tanda kehadiran - adalah percikan kebahagiaan tersendiri yang selalu baru dan unik. Juga ketika hal ini bukan lagi yang pertama, atau bahkan bukan pula yang kedua. Ternyata pijar di dalam hati masih sama, meski tentu reaksi yang muncul sudah lebih dewasa.Karena dalam kurun waktu belum genap enam tahun perjalanan kontrak kesepakatan dua anak manusia, peristiwa ini telah menjadi kali keempat. Ya, keempat..
Saat pengalaman pertama, kegembiraan yang meluap-luap membanjiri dan menenggelamkan kesadaran bahwa seindah-indahnya dan seterang-terangnya harapan ia tetaplah sebuah bayangan yang membutuhkan perjalanan waktu untuk membuktikan bahwa ia mampu meretas menjadi kenyataan. Dan nyatanya, saat itu memang terbukti sebaliknya.. Sambil berpelukan dan saling menenangkan meski airmata sendiri tak mau ditahan, rasa kehilangan yang menghempas tiba-tiba membuat amarah memerlukan sasaran yang tak melawan untuk dipersalahkan. Yang terdekat adalah diri sendiri. Lalu muncul kesepakatan tak terucap bahwa kegembiraan yang terlalu, kebanggaan yang dini menyebar, dan kealpaan bahwa kenyataan adalah hari ini bukan esok meski terasa pasti, adalah penyebab utama datangnya kejadian yang tak dinanti.
Maka saat yang kedua datang, perubahan reaksi bagai posisi bandul di ujung ayunan di sisi yang berlawanan dengan ujung sisi lain yang dialami pada saat pertama. Begitu hati-hati, kebahagiaan dan kecemasan tumpang tindih silih berganti dan serasa harus selalu rapat ditutupi. Lalu banyak hal menjadi pamali demi penenang semu diri yang tak mengerti namun merasa harus mencegah segala sesuatu dan tak mau salah lagi. Hingga akhirnya tiba yang dinanti dan kehidupan baru itu muncul bersinar di depan mata menghangatkan dada. Dan terus senantiasa berpendar di dalam jiwa.
Diwakili dua garis warna biru yang kian menampak dan menajam, maka kehadiran jiwa baru - tepatnya, tanda kehadiran - adalah percikan kebahagiaan tersendiri yang selalu baru dan unik. Juga ketika hal ini bukan lagi yang pertama, atau bahkan bukan pula yang kedua. Ternyata pijar di dalam hati masih sama, meski tentu reaksi yang muncul sudah lebih dewasa.Karena dalam kurun waktu belum genap enam tahun perjalanan kontrak kesepakatan dua anak manusia, peristiwa ini telah menjadi kali keempat. Ya, keempat..
Saat pengalaman pertama, kegembiraan yang meluap-luap membanjiri dan menenggelamkan kesadaran bahwa seindah-indahnya dan seterang-terangnya harapan ia tetaplah sebuah bayangan yang membutuhkan perjalanan waktu untuk membuktikan bahwa ia mampu meretas menjadi kenyataan. Dan nyatanya, saat itu memang terbukti sebaliknya.. Sambil berpelukan dan saling menenangkan meski airmata sendiri tak mau ditahan, rasa kehilangan yang menghempas tiba-tiba membuat amarah memerlukan sasaran yang tak melawan untuk dipersalahkan. Yang terdekat adalah diri sendiri. Lalu muncul kesepakatan tak terucap bahwa kegembiraan yang terlalu, kebanggaan yang dini menyebar, dan kealpaan bahwa kenyataan adalah hari ini bukan esok meski terasa pasti, adalah penyebab utama datangnya kejadian yang tak dinanti.
Maka saat yang kedua datang, perubahan reaksi bagai posisi bandul di ujung ayunan di sisi yang berlawanan dengan ujung sisi lain yang dialami pada saat pertama. Begitu hati-hati, kebahagiaan dan kecemasan tumpang tindih silih berganti dan serasa harus selalu rapat ditutupi. Lalu banyak hal menjadi pamali demi penenang semu diri yang tak mengerti namun merasa harus mencegah segala sesuatu dan tak mau salah lagi. Hingga akhirnya tiba yang dinanti dan kehidupan baru itu muncul bersinar di depan mata menghangatkan dada. Dan terus senantiasa berpendar di dalam jiwa.
Sejenak beberapa saat semuanya terlupa tenggelam dalam keriangan suasana dan ketakjuban pertumbuhan..
Kemudian saat ketiga datang. Tepat sesuai rancangan dan keadaan. Tapi ternyata waktu juga tidak selalu cukup memberi keleluasaan untuk sekedar berpikir mengamati sejarah dan mengambil keputusan. Begitu mendadak kenyataan pahit sekali lagi datang menimpa. Guncangan dan air mata tak terhindar masih ada. Namun perhentian-perhentian dalam perjalanan kehidupan sudah sewajarnya membuahkan kearifan. Atau setidaknya, kesadaran lebih. Bahwa yang tak tercegah memang harus diterima..
Istriku, pagi ini adalah keempat kalinya kita bersama-sama tersenyum lagi berpelukan berbunga-bunga menyaksikan dua garis warna biru yang terang menajam. Kita adalah orang-orang yang percaya bahwa sukma telah ditiupkan sejak saat pertama pertemuan tanpa hiraukan apa kata tulisan-tulisan. Jadi mulai hari ini kita meyakini telah hadir lagi jiwa yang tumbuh dalam rumah kita dan telah menjadi bagiannya. Marilah tanda positif ini kita sambut dengan sikap positif pula. Marilah kita berbahagia sebagaimana memang itu sebenar rasa. Dan waspada. Bersabar hingga saat penantian berakhir dan buah cinta bercahaya tiba dalam pelukan kita. Tentu semua sebaiknya dalam porsi sewajarnya. Bukan untuk mencegah takdir yang tak terduga, hanya untuk kesiapan diri kita sendiri saja saat apapun nanti terjadi.
Kini kita berupaya menjaganya sekuat tenaga sendiri seolah Tuhan tak perlu ada. Dan kita hadapi dan nikmati semua kenyataan atas hasilnya karena kita memang tak berdaya dan bukan apa-apa di hadapan Dia. Lalu kita gunakan senjata syukur dan doa untuk menjembatani keduanya.
Istriku tercinta, selamat hamil lagi ya! Kehamilan yang keempat dan semoga selamat hingga terlahir sempurna anak kita yang kedua :)