.
Benarkah manusia adalah mahluk ciptaan yang paling cerdas? Yang memiliki akal budi terbaik di antara mahluk-mahluk lain sehingga paling mampu bertahan di muka bumi ini? Film "I am legend" mengingatkan kembali pertempuran panjang sepanjang sejarah antara manusia dengan sejenis mahluk lain yang tak kalah hebat dalam mempertahankan kelangsungan spesiesnya di dunia -- virus. Sampai saat ini virus cacar air dan virus HIV belum juga bisa dikalahkan. Virus rabies telah bermutasi dan kebal terhadap vaksin lama. Syahdan, virus influenza telah membunuh 50 juta jiwa di awal abad ke-20. Jutaan lagi manusia mati demi para virus tersebut berkembang biak dan mencegah kepunahan. Belum lagi virus jenis baru hasil mutasi yang lebih dahsyat.
Kecerdasan - jika kata milik manusia ini boleh diterapkan - adalah salah satu kunci para virus tersebut bertahan. Mulai dari mengatur perilaku host-nya termasuk manusia dengan menyerang susunan syaraf sampai dengan bermutasi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih keras. Penderita rabies akan menjauhi cahaya dan air untuk lingkungan tumbuh kembang virus yang lebih nyaman. Air liurnya menetes untuk memudahkan virus generasi baru pindah ke host lain. Penderita cacar air dibuat gatal agar virus yang tersimpan di balik kulit yang melepuh bisa pecah dan menyebar. Bersin adalah salah satu mekanisme yang dirancang oleh para virus supaya bisa terbang dengan kecepatan tinggi ke calon korban yang lain.
Dengan segala kemungkinan yang ada, sangat menarik untuk berfantasi dimana di suatu masa peradaban manusia modern, 90% umat manusia mati terkalahkan oleh virus. 90% dari sisanya berubah menjadi budak virus yang agresif, takut cahaya, dan hanya punya satu tujuan yaitu menyerang mahluk lain untuk menularkan virusnya. Sementara beberapa juta manusia yang imun secara alamiah atau yang belum terserang bersembunyi dan bertahan menanti perubahan. Dan romantisme mesias, agaknya bukan hanya bagian dari sejarah manusia, namun juga pemuas angan-angan dan harapan. Di antara segelintir manusia yang selamat, tersisa 1 orang yang bertahan di ground zero dan berjuang menemukan vaksin yang mampu menyelamatkan umat manusia dari kepunahan.
Di tengah serbuan "virus" dewasa ini -- baik virus penyakit maupun virus-virus kerakusan, kebencian, keserakahan, bahkan virus-virus berbaju putih ideologi, agama, atau atas nama tuhan sekalipun -- dengan kecerdasan yang luar biasa dalam menularkan ke masyarakat, dan dengan gejala yang sama yaitu agresif menyerang dan memusnahkan kelompok lain, takut cahaya, dan menyebar ketakutan, film ini berusaha menggambarkan bahwa orang-orang yang sanggup menghindar dari serbuannya, berkewajiban beradu cerdas dengan sang virus, memperjuangkan dan mempertahankan kebaikan untuk bisa memenangkan perang, meski hasil perjuangan mungkin tidak bisa dinikmati oleh si pejuang melainkan untuk generasi mendatang.
Seperti kata sang legenda Bob Marley, "Orang-orang yang berupaya memperburuk dunia tidak pernah beristirahat satu haripun, maka kita pun jangan pernah berhenti.. untuk terus menerus menerangi kegelapan.."
Kecerdasan - jika kata milik manusia ini boleh diterapkan - adalah salah satu kunci para virus tersebut bertahan. Mulai dari mengatur perilaku host-nya termasuk manusia dengan menyerang susunan syaraf sampai dengan bermutasi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih keras. Penderita rabies akan menjauhi cahaya dan air untuk lingkungan tumbuh kembang virus yang lebih nyaman. Air liurnya menetes untuk memudahkan virus generasi baru pindah ke host lain. Penderita cacar air dibuat gatal agar virus yang tersimpan di balik kulit yang melepuh bisa pecah dan menyebar. Bersin adalah salah satu mekanisme yang dirancang oleh para virus supaya bisa terbang dengan kecepatan tinggi ke calon korban yang lain.
Dengan segala kemungkinan yang ada, sangat menarik untuk berfantasi dimana di suatu masa peradaban manusia modern, 90% umat manusia mati terkalahkan oleh virus. 90% dari sisanya berubah menjadi budak virus yang agresif, takut cahaya, dan hanya punya satu tujuan yaitu menyerang mahluk lain untuk menularkan virusnya. Sementara beberapa juta manusia yang imun secara alamiah atau yang belum terserang bersembunyi dan bertahan menanti perubahan. Dan romantisme mesias, agaknya bukan hanya bagian dari sejarah manusia, namun juga pemuas angan-angan dan harapan. Di antara segelintir manusia yang selamat, tersisa 1 orang yang bertahan di ground zero dan berjuang menemukan vaksin yang mampu menyelamatkan umat manusia dari kepunahan.
Di tengah serbuan "virus" dewasa ini -- baik virus penyakit maupun virus-virus kerakusan, kebencian, keserakahan, bahkan virus-virus berbaju putih ideologi, agama, atau atas nama tuhan sekalipun -- dengan kecerdasan yang luar biasa dalam menularkan ke masyarakat, dan dengan gejala yang sama yaitu agresif menyerang dan memusnahkan kelompok lain, takut cahaya, dan menyebar ketakutan, film ini berusaha menggambarkan bahwa orang-orang yang sanggup menghindar dari serbuannya, berkewajiban beradu cerdas dengan sang virus, memperjuangkan dan mempertahankan kebaikan untuk bisa memenangkan perang, meski hasil perjuangan mungkin tidak bisa dinikmati oleh si pejuang melainkan untuk generasi mendatang.
Seperti kata sang legenda Bob Marley, "Orang-orang yang berupaya memperburuk dunia tidak pernah beristirahat satu haripun, maka kita pun jangan pernah berhenti.. untuk terus menerus menerangi kegelapan.."