.
Korupsi membunuh bangsa. Slogan yang terasa retoris dan hiperbolis, beberapa minggu lalu saya temukan makna lugasnya. Tempatnya di kantor polisi. Tepatnya waktu mengurus perpanjangan SIM. Setelah berbulan-bulan habis masa berlakunya, saya memilih mengisi hari libur dengan mengurus SIM. Dan dari sini kesadaran berawal..
Tak perlu menunggu beberapa langkah memasuki kantor polisi, di mulut gerbang segera menyambut bapak polisi yang tak saya ingat apa pangkatnya, dengan seragam yang sedikit terlalu besar untuk tubuhnya yang kurus dan langsung menanyakan maksud kedatangan saya. Segera setelah saya sampaikan, beliau menawarkan untuk membantu dengan proses dipercepat, yaitu tinggal menunggu foto saja, langsung jadi hari ini. Jelas tawaran yang sangat menarik dan segera saya terima, karena tak perlu bolak-balik lagi dan sisa waktu liburan masih bisa dimanfaatkan.
Setelah saya membayar sesuai yang ditentukan kepada seseorang berpakaian preman yang ditunjuk pak polisi tadi, saya duduk menunggu dan melihat-lihat suasana kantor polisi pagi itu yang ternyata cukup ramai. Selain orang-orang yang kira-kira seusia saya atau lebih, banyak juga anak-anak remaja yang mungkin ini kali pertama mereka akan mendapatkan SIM. Dan ini saya pastikan setelah iseng mengobrol dengan beberapa dari mereka. Kebanyakan mereka juga menggunakan jasa calo, yang memang terlihat cukup banyak dan mencolok bersliweran di sekitar ruangan. Para calo ini yang membuat mereka bisa melewati semua persyaratan untuk mendapatkan SIM. Mulai dari test kesehatan sampai dengan ujian teori dan praktek. Persis seperti saya, mereka tinggal duduk menunggu dipanggil foto dan saat itu juga ijin mengendara motor atau menyetir mobil kelar.
Lalu saya membandingkan dengan pengalaman kira-kira 20 tahun yang lalu tentang bagaimana sulitnya mendapatkan SIM untuk pertama kali. Melewati dokter polisi yang terkenal galak, menghapalkan rambu-rambu lalu lintas untuk ujian tertulis, dan mengendara motor membentuk angka delapan. Tiba-tiba saya mulai was-was, sementara para remaja yang berkumpul berkelompok asyik bergurau tertawa-tawa. Adakah diantara mereka yang matanya tidak berfungsi baik untuk layak berkendara? Atau barangkali buta warna? Bagaimana dengan pengetahuan mereka tentang peraturan lalu lintas? Dan seberapa mahir sebenarnya mereka mengemudi? Tak ada yang menjawab. Tapi siapa peduli? Satu pihak diuntungkan dengan proses cepat tanpa syarat, pihak yang lain senang mendapatkan uang lebih. Dan tiap tahun rata-rata 30.000 nyawa melayang di jalanan Indonesia. Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar nomor tiga. Berapa persen yang disumbang dari proses memperoleh Surat Ijin Mengemudi dengan cara tinggal beli ini? Sedangkan setiap hari jalanan digelontor puluhan bahkan ratusan pengemudi-pengemudi baru yang tidak jelas kecakapannya. Dan siapa peduli?
Korupsi membunuh bangsa. Di jalanan, sering kali korbannya mati seketika. Tidak sekedar memalukan, ini mengerikan. Dan lagi-lagi, siapa peduli? Saya? Sebagai bagian dan pelaku dari sistem yang korup ini, maaf, saya harus segera meninggalkan kantor polisi dan menikmati liburan. Toh, saya sudah mendapatkan sesuai yang saya bayar..
Tak perlu menunggu beberapa langkah memasuki kantor polisi, di mulut gerbang segera menyambut bapak polisi yang tak saya ingat apa pangkatnya, dengan seragam yang sedikit terlalu besar untuk tubuhnya yang kurus dan langsung menanyakan maksud kedatangan saya. Segera setelah saya sampaikan, beliau menawarkan untuk membantu dengan proses dipercepat, yaitu tinggal menunggu foto saja, langsung jadi hari ini. Jelas tawaran yang sangat menarik dan segera saya terima, karena tak perlu bolak-balik lagi dan sisa waktu liburan masih bisa dimanfaatkan.
Setelah saya membayar sesuai yang ditentukan kepada seseorang berpakaian preman yang ditunjuk pak polisi tadi, saya duduk menunggu dan melihat-lihat suasana kantor polisi pagi itu yang ternyata cukup ramai. Selain orang-orang yang kira-kira seusia saya atau lebih, banyak juga anak-anak remaja yang mungkin ini kali pertama mereka akan mendapatkan SIM. Dan ini saya pastikan setelah iseng mengobrol dengan beberapa dari mereka. Kebanyakan mereka juga menggunakan jasa calo, yang memang terlihat cukup banyak dan mencolok bersliweran di sekitar ruangan. Para calo ini yang membuat mereka bisa melewati semua persyaratan untuk mendapatkan SIM. Mulai dari test kesehatan sampai dengan ujian teori dan praktek. Persis seperti saya, mereka tinggal duduk menunggu dipanggil foto dan saat itu juga ijin mengendara motor atau menyetir mobil kelar.
Lalu saya membandingkan dengan pengalaman kira-kira 20 tahun yang lalu tentang bagaimana sulitnya mendapatkan SIM untuk pertama kali. Melewati dokter polisi yang terkenal galak, menghapalkan rambu-rambu lalu lintas untuk ujian tertulis, dan mengendara motor membentuk angka delapan. Tiba-tiba saya mulai was-was, sementara para remaja yang berkumpul berkelompok asyik bergurau tertawa-tawa. Adakah diantara mereka yang matanya tidak berfungsi baik untuk layak berkendara? Atau barangkali buta warna? Bagaimana dengan pengetahuan mereka tentang peraturan lalu lintas? Dan seberapa mahir sebenarnya mereka mengemudi? Tak ada yang menjawab. Tapi siapa peduli? Satu pihak diuntungkan dengan proses cepat tanpa syarat, pihak yang lain senang mendapatkan uang lebih. Dan tiap tahun rata-rata 30.000 nyawa melayang di jalanan Indonesia. Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar nomor tiga. Berapa persen yang disumbang dari proses memperoleh Surat Ijin Mengemudi dengan cara tinggal beli ini? Sedangkan setiap hari jalanan digelontor puluhan bahkan ratusan pengemudi-pengemudi baru yang tidak jelas kecakapannya. Dan siapa peduli?
Korupsi membunuh bangsa. Di jalanan, sering kali korbannya mati seketika. Tidak sekedar memalukan, ini mengerikan. Dan lagi-lagi, siapa peduli? Saya? Sebagai bagian dan pelaku dari sistem yang korup ini, maaf, saya harus segera meninggalkan kantor polisi dan menikmati liburan. Toh, saya sudah mendapatkan sesuai yang saya bayar..