Wednesday, January 9, 2008

HIKMAH TSUNAMI

.
Masjid itu masih utuh berdiri.. Seluruh bangunan dalam radius 5 km di sekitar masjid rata dengan tanah.. namun sang masjid masih tegak gagah.. Itulah bukti kebesaran Tuhan.. Maha besar Allah.. Maha besar Allah..


Aku tak tahu apakah benar di antara bangunan-bangunan yang hancur tak ada lagi masjid-masjid kecil lain yang tak semegah dan sekokoh masjid utama yang ikut tersapu amukan gelombang tsunami. Namun lebih lagi yang aku tak mengerti, apakah benar Engkau lebih mencintai dan menjaga bangunan masjid daripada ribuan umat yang tersapu ombakMu?
Benarkah ini semua demi Kau buktikan kebesaranMu? Apakah tidak cukup kami merasakan kuasa dan kasihMu dengan bersyukur tiap hari karena kami bisa bangun dari tidur dalam kehangatan matahari pagi dan riangnya kicau burung bernyanyi?

Aku tak tahu.. Yang kutahu, aku tak bisa menerima penjelasan itu..


Daerah ini bukan daerah rawan gempa. Maka kejadian ini bukan gejala alam biasa. Telah kita baca dalam kitab suci, bahwa Tuhan akan menghukum umatNya yang munafik, yang diam-diam maupun terang-terangan melawanNya. Sebagaimana Tuhan telah membinasakan umat nabi Nuh, nabi Luth, dan nabi Shaleh karena berani menentangNya.. Maka marilah kita basmi kekafiran dan kesesatan, kita kembali ke hukum Tuhan, dan menerapkannya selurus mungkin, agar kita selamat dari murkaNya..


Daerah yang ratusan tahun tidak terjadi gempa, secara alamiah akan mengalami akumulasi tegangan yang semakin besar sehingga dampaknya juga lebih besar saat terjadi geseran lempeng tektonik. Namun Tuhan, jika memang ini hukuman, apa hebatnya dosa mereka dibanding dosa-dosa kami disini? Aku berkunjung ke Meulaboh beberapa bulan setelah kejadian. Aku berbicara dengan sopir angkutan umum, penjual kopi, pejalan kaki, pekerja bandara, yang sanak keluarganya menjadi korban musibah itu. Yang kurasa mereka adalah orang-orang biasa. Yang sama saja dengan orang-orang kebanyakan di seluruh wilayah bangsaku. Maka jika Kau hendak menghukum, mengapa Kau pilih mereka?

Aku tak tahu.. Yang kutahu, aku tak mau menerima penjelasan itu..

Orang-orang berdatangan dari seluruh penjuru dunia. Atas nama kemanusiaan. Atas nama naluri cinta kasih yang Kau ciptakan. Membantu dengan tulus, sebagai sesama manusia yang setiap saat bisa terkena musibah juga. Tidak memandang hina dan menyalahkan bahwa bencana ini karena dosa para korbannya. Maka jika Kau mau kami mengartikan ini sebagai ungkapan kemarahanMu, mengapa tak Kau kirimkan lagi seorang nabi yang kau beri wahyu dan memperingatkan kami sebelum semua ini terjadi? Sebagaimana kisah-kisah dalam kitab-kitab yang diyakini sebagai kata-kataMu sendiri tentang musibah alam yang dimaknai sebagai hukuman selalu didahului peringatan seorang nabi?

Namun Kau tak menunjuk nabi. Sementara banyak orang merasa seperti nabi yang mengetahui kehendakMu dengan pasti. Dan setelah tahun-tahun berlalu, bangsa ini masih menanggung dosa karena belum juga bangkit dari kebodohan untuk bisa mengantisipasi fenomena alam memakan korban lagi, belum juga mampu belajar dari bangsa-bangsa maju yang lebih siap menghadapi kemungkinan bencana.

Doa kami bagi para korban yang meninggal, semoga jiwa-jiwa mereka tenang dalam pelukanMu. Dan ampuni kami, ampuni aku..



(terinspirasi dari diskusi peringatan tsunami di sebuah milist)