Friday, April 11, 2008

BANTUAN IYUL

.
Iyul, pembantu di rumah saya, pamit berhenti bekerja karena akan menikah.

Malam itu istri saya marah-marah. Gara-garanya Iyul, pembantu rumah kami, mendadak pamit berhenti bekerja karena akan menikah dengan tukang sayur keliling setelah berpacaran hampir setahun. Dulu memang Iyul pernah berjanji baru akan berhenti setelah lebaran tahun ini. Tapi ternyata calon suaminya sudah tidak sabar ingin cepat kawin bulan depan dan diam-diam mereka berdua sudah mengurus surat-suratnya.

"Aku benci banget sama si tukang sayur itu. Soalnya Iyul tuh selalu nurut kalo aku bilangin. Tapi setelah ketemu pacarnya, pasti berubah pikiran. Nyebelin banget tuh tukang sayur!"

Saya diam mendengarkan. Tepatnya, pura-pura mendengarkan. Karena berdasarkan pengalaman, jika terpancing untuk berkomentar, pasti istri akan berbalik memarahi saya. Kamu enak aja ngomong! Kamu kan nggak tahu urusan rumah! Akhirnya saya hanya mengingatkan. Pertama, kita tidak boleh menghalangi hak dia. Dan kedua, perpisahan ini harus baik-baik, mengingat jasa Iyul selama ini kepada keluarga kita.

Istri masih nerocos saat saya mulai memikirkan tentang Iyul. Waktu pertama dia datang, anak saya baru berumur beberapa bulan. Itu kira-kira empat tahun yang lalu. Sebelum mulai bekerja, istri menasehati Iyul agar bekerja dengan rajin dan jujur. Dan ia menjawab, "Iya Bu saya tahu. Saya kan lulusan pesantren.". Dan ternyata itu bukan sekedar jawaban. Selain terbukti bahwa kejujurannya tidak perlu diragukan, ia juga selalu bekerja dengan gembira, terlihat dari hasil pekerjaannya yang rapi bahkan kadang-kadang mengejutkan karena waktu luangnya sering diisi dengan merapikan sudut-sudut dan barang-barang yang sering terabaikan.

Selain itu ia juga suka dengan anak kecil, pintar mengambil hati dan bermain-main dengan anak saya. Meskipun anak sepenuhnya tanggung jawab istri, namun Iyul banyak sekali membantu mengurusi. Tidak seperti anak tetangga yang sering menangis teriak-teriak jika sesekali ditinggal orang tuanya, anak saya gampang sekali ditinggal jika sedang bermain dengan Iyul. Di hari minggu Iyul libur. Tapi hanya sesekali ia keluar rumah berkunjung ke saudaranya atau jalan-jalan dengan temannya. Lebih sering ia di rumah. Membaca atau menulis entah apa. Memang tidak semua saya saksikan sendiri, melainkan cerita dari istri. Tapi saya juga merasakan suasana rumah yang selalu rapi dan sering melihat anak saya bercanda dengan pembantu kami ini.

Kemudian saya membayangkan, jika saya menjalani hidup seperti Iyul. Meskipun saya menyukai pekerjaan saya, pasti akan terasa bahwa segala sesuatu menjadi datar dan membosankan. Seperti berjalan menyusuri rel tak berujung. Oleh karena itu saya sangat memahami ketika seorang tukang sayur mengajaknya menikah dan membina rumah tangga baru, Iyul serta-merta mengiyakan dengan bersemangat. Tawaran petualangan yang menggairahkan! Iyul belum genap berusia 20 tahun. Si tukang sayur juga baru 22 tahun (ini saya lihat dari fotokopi KTP-nya saat istri melakukan fit and proper test). Terasa ada yang aneh, ketika saya sedikit mengkhawatirkan masa depannya. Akankah harapannya tentang kehidupan yang lebih indah, yang disambut dengan penuh hasrat, akan berjalan sesuai rencana? Akankah calon pasangan muda itu berhasil mengatasi dan memahami persoalan-persoalan yang akan muncul dalam mengarungi hidup berumah tangga?

Pagi itu sang calon suami sudah menunggu di depan rumah. Ia akan mengantar Iyul pulang kampung untuk mempersiapkan pernikahan bulan depan. Saya lirik penampilan mas tukang sayur: datang dengan sepeda motor dan menggenggam handphone. Mudah-mudahan ini menggambarkan tingkat kesejahteraannya. Saya lihat Iyul menciumi anak saya, yang tiba-tiba terlihat menjaga jarak. Mungkin anak kecil ini sedang merasakan suasana perpisahan yang belum pernah ia alami. Istri saya berlinang air mata sambil menyalami. (Mengenai istri saya, dia memang cengeng, gampang sekali menangis). Kemudian Iyul berpamitan dan mohon maaf kepada saya jika selama bekerja ia melakukan kesalahan (mendadak terlintas peristiwa bertahun lalu ketika ia merendam handphone baru saya yang ada di kantong celana.. Ah, sudahlah..). Begitu banyak kalimat di mulut yang ingin saya sampaikan, tapi hanya terima kasih dan permintaan agar sering-sering memberi kabar dan menengok anak saya yang saya ucapkan. Saya baru sadar bahwa memang selama ia tinggal disini, saya hampir tidak pernah berbicara dengannya.

Selamat menempuh hidup baru Yul.. Semoga bahagia dan selalu diberkahi Tuhan. Terima kasih atas bantuanmu yang tak terkira selama ini. Dari yang sudah saya ketahui, sampai yang baru saya rasakan setelah kamu pergi (beberapa hari ini saya tidak ganti kaos kaki karena pembantu yang baru tak merasa harus mengganti kaos kaki dekil di sepatu saya dengan kaos kaki bersih..).