Thursday, March 13, 2008

HENING

.
Pada mulanya adalah ketiadaan. Kemudian pengalaman menyebutnya sebagai Tuhan. Ketergesaan menjadikannya bangunan; kokoh namun bungkam. Bertahta di dalamnya kebanggaan -- sekaligus juga kecemasan -- yang dinamakan agama.

Serasa berabad perjalanan ini bagaikan diam, hingga kehampaan tak lagi memerlukan perenungan. Kepastian menertawakan pencarian dan melihat ke dalam adalah tindakan celaka.

Tetapi adakah penjara untuk jiwa dan nurani? Keraguan -- meski dalam tekanan, atau bahkan karena tekanan -- akan mampu menemukan lorongnya. Walaupun terkadang pencarian yang sejatinya adalah demi pencarian itu sendiri, seringkali pencapaiannya menjadi kemenangan yang harus dirayakan dan pantas untuk menjadi kesimpulan yang seragam bagi semua orang. Dan jika kemenangan menjadi segalanya, adakah ayat-ayat yang mampu ditafsir untuk tersenyum pada saat-saat yang dianggap sebagai kekalahan?

Suasana selalu nampak riuh rendah. Dan pekaknya berdampak macam-macam. Ada yang mengkristal dan menjadi tuli kecuali pada kepuasan diri, ada yang terus mencair dan terus menerus berusaha mengalir, ada pula yang mentertawakan sekaligus menangisi ketika ia memakan korban.

Dan sang hening tetaplah hening. Yang tak terpindai di dalam keramaian, namun segera muncul ketika lelah datang dan membungkam segala nafsu kepongahan. Demikianlah waktu tak lagi bermakna, karena perjalanan maupun diam tak lagi menjanjikan masa depan. Hingga kesadaran tiba. Menghadirkan hening..