Tuesday, March 4, 2008

WAJAH TUHAN

.
“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan”


Dalam perjalanan hidup ini, aku pernah beberapa kali mengalami masa sulit. Yang terakhir adalah beberapa tahun yang lalu, saat usahaku mengalami kemerosotan luar biasa. Aku mencoba bertahan dengan terus-menerus mencari titik terang yang menyemangatiku untuk bangkit. Namun hidup memang adalah pertaruhan resiko, dan tidak setiap saat kita bisa memetik kemenangan. Kali ini kekalahan membawaku berada di titik akhir.

Aku lunglai kehabisan tenaga. Sedangkan berhenti – meski sejenak – berarti memperparah kehancuran, karena aku benar-benar di ujung pertahanan. Lalu tiba-tiba aku teringat pada seorang pria paruh baya yang pernah kutemui beberapa tahun yang lalu, yang kedalaman dan kebijaksanaannya masih mengesan dan mengendap dalam diriku.

Aku menemuinya. Setelah berbasa-basi sejenak, kusampaikan padanya keadaanku. Aku meminta tolong agar ia mau membantu mengatasi kesulitanku. Dan jawabannya sungguh-sungguh melampaui dugaan. Dia menanyakan berapa kebutuhanku per bulan. Segera setelah kusampaikan, dia tersenyum dan menyatakan bersedia memberiku gaji tak kurang sedikitpun dari yang aku perlukan. Aku terpana tak bisa berkata apa-apa. Dia seolah membaca kebingunganku, lalu berpesan singkat: "Kita memang hanya kenal sebatas teman. Benar aku tak tahu kemampuanmu. Aku hanya percaya, dan tolong kau jaga kepercayaanku.".

Seingatku aku menghabiskan jeda yang cukup panjang, sebelum akhirnya tersadar dan segera berterima kasih sambil menjanjikan keseriusanku. Sampai di rumah aku menceritakannya kepada istriku. “Hari ini aku bertemu Tuhan” kataku menyimpulkan. Istriku mengingatkan untuk jangan berlebihan. Dia memang orang yang baik hati tapi tetap manusia biasa. Aku diam. Tapi dalam hati aku tak peduli. Kebaikannya menjadikan wajah Tuhan terlihat jelas oleh mata batinku. “Aku bertemu Tuhan” gumamku dalam hati.

Setelah setahun aku bekerja di perusahaannya, aku mulai bangkit hingga sekarang aku bisa berdiri sendiri. Tapi kekagumanku padanya tak pernah berubah. Setiap hari Natal ia selalu mengirimkan ucapan selamat. Di hari lebaran kemarin, ia sudah meminta maaf lahir batin kepadaku sebelum sempat aku mengucapkannya terlebih dahulu. Padahal dia adalah seorang haji. Betapa tak berdayanya aku dihadapannya...

Begitu sering Tuhan menampakkan wajahNya kepadaku. Namun tak banyak yang benar-benar bisa kuresapi. Seorang rabbi besar bangsa Yahudi pernah bersabda perihal Tuhan: “Bahkan apa yang kau lakukan untuk saudaramu yang paling hina sekalipun, sebenarnya itu kau lakukan untuk Aku Tuhanmu”

Pak Pri, engkau mungkin tak pernah mendengar sabda itu, namun telah sempurna engkau mengamalkannya. Sungguh aku malu karena hanya bisa terpesona tanpa tahu bagaimana memaknainya..



(Baru kontak lagi dengan Pak Pri, orang baik yang telah banyak menolong orang lain. Aku hanya salah satu diantaranya. Semoga selalu sehat dan bahagia Pak! Berkah Tuhan senantiasa bersama Bapak..)